-->

Friday 22 November 2019

SELAMAT DATANG TELEVISI PLATFORM


Telah saya singgung sejak lama dalam artikel “Mari Bersiaran Televisi Sendiri” di web saya. Maksud dan tujuan artikel tersebut adalah menjawab segala persoalan kemelut dunia penyiaran (broadcasting) negeri ini baik media televisi maupun radio. Keduanya seakan menemukan jalan buntu di mana semua harus takluk pada UU mengenai televisi digital yang mestinya telah dijalankan sejak tahun 2018, entah mengapa kemudian UU Pertelevisian tersebut gagal diberlakukan.

Percayalah zaman akan menemukan caranya sendiri dan telah sejak tahun 2013 saya aktif melakukan kajian mengenai perkembangan televisi akhir-akhir ini. Belumlah tuntas akan regulasi kemudian muncul gelombang perkembang revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan salah satunya IOT (Internet Of Things), yang bermakna segala hal bidang kehidupan tersambung dengan internet bahkan manusia sangat bergantung dengan yang namanya internet.

IOT ini menjadi jawaban sekaligus meluluh lantahkan kemapanan sebuah industri hiburan seperti televisi, film dan radio. Ketiga media tersebut suka tidak suka harus mengalami disrupsi (perubahan secara fundamentalis). Jika dahulu kita semua menonton televisi dan film serta mendengarkan radio harus melalui gelombang radio (saluran terestrial) dengan ditentukan lebih dahulu frequensi yang akan kita tonton dan akan kita dengar, maka hari ini kita semua cukup membuka internet pun kita dapat menikmati semua itu.

Perkembangan zaman juga membuat beberapa media konvensional mulai kehilangan pemirsanya. Salah satunya adalah televisi. Banyak kalangan masyarakat, khususnya yang berusia muda, menganggap konten-konten di media elektronik ini tidak bermutu. Adanya sensor-sensor tak jelas yang dilakukan oleh stasiun TV, media-media yang sudah jadi partisan politik, hingga hiburan yang mengabaikan moral dan etika masyarakat, turut andil melanggengkan stigma tersebut.

Akhirnya Televisi Internet menjadi jawaban. Televisi Internet sering juga disebut dengan sebutan Television on the Desktop (TOD), TV over IP (Television over Internet Protocol) atau Televisi Protokol Internet, Vlog, dan juga Vodcast/Podcast atau VOD (Video On Demand). Secara prinsip Televisi Internet berbeda dengan televisi terestrial konvensional biasa. Keduanya baik terestrial analog dan terestrial digital memang menayangkan banyak acara yang serupa, tetapi televisi Internet lebih beragam dibandingkan stasiun televisi lokal yang biasa kita tonton di rumah atau pun televisi kabel berlangganan.

Televisi Internet atau televisi daring adalah situs web yang memiliki tayangan video yang terkonsep, selalu diperbaharui terus-menerus, tidak statis, mengikuti perkembangan peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, dan bisa diakses oleh publik secara bebas, dengan berbagai macam bentuk pendistribusiannya. Untuk dapat mengaksesnya, kita hanya perlu menguhubungkan ke komputer pribadi kita dengan koneksi Internet broadband berlangganan (sumber : wikipedia).

Salah satu platform streaming yang banyak digandrungi oleh masyarakat, khususnya di masyarakat perkotaan, adalah Netflix. Penyedia layanan media streaming yang berkantor pusat di Amerika Serikat itu menyediakan beberapa serial drama tv dan film eksklusif yang berasal dari production house sebagai pihak ketiga atau produksi mereka sendiri in-house production (dikenal dengan konten berlabel “Netflix Originals”)

Seakan tak mau kalah dengan Netflix, beberapa pemain televisi platform lokal pun bermunculan. Mulai dari iFlix, HOOQ, MIVO, VIU, Max Stream, Mola TV, STRO, yang terbaru GO Play dan masih banyak lainnya. Semua layanan tersebut juga menghadirkan konten-konten eksklusif mereka sendiri dengan ciri khas konten masing-masing.

DUA TIPE SIARAN TELEVISI
OTT (Over-The-Top)
Semua layanan streaming yang saya sebutkan di atas termasuk dalam layanan berbasis OTT. Maksud dari OTT di sini adalah Over The Top. Mengutip Technopedia, Over-The-Top adalah layanan yang menyediakan produknya melalui internet yang tidak dibatasi oleh media distribusinya. Maksud dari media distribusi ini berupa sambungan kabel atau nirkabel. Singkatnya layanan Televisi OTT tidak memikirkan bagaimana membangun infrastruktur pemancar untuk menyebarluaskannya, yang dipersiapkan cukup hanya produksi konten dan manejemen produksi konten.

Pada layanan OTT tidak terbatas pada layanan streaming saja. Fitur seperti “free call” dan “video call” yang disediakan oleh platform chatting seperti Line dan Whatsapp, serta layanan video conference yang disediakan oleh Skype, juga termasuk layanan OTT.

FTA (Free To Air)
Tak seperti penyedia layanan TV berbayar (berlangganan) dan stasiun TV FTA (Free to Air) yang harus membuat konten sekaligus menyediakan perangkat distribusi kontennya, penyedia layanan OTT cukup berfokus pada produksi konten saja. Untuk urusan distribusi, mereka mengandalkan infrastruktur jaringan milik operator telekomunikasi yang sudah ada.

Pasar OTT di Indonesia bisa dibilang cukup menjanjikan. Alasannya karena beberapa faktor utama dalam perkembangan teknologi di Indonesia yang sedang meningkat.

Alasan pertama, jumlah pengguna internet yang ada di Indonesia yang tumbuh lumayan pesat. Berdasarkan hasil studi Polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2018 lalu tumbuh 10,12 persen. Hasilnya, sekitar 171,17 juta jiwa atau sekitar 64,8 persen penduduk Indonesia sudah terhubung ke internet.

Kedua, total penduduk Indonesia yang memiliki smartphone juga mengalami peningkatan. Berdasarkan data dari Statista yang diolah oleh Katadata, penetrasi jumlah pengguna smartphone di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 26% dan diproyeksikan naik 2% pada tahun 2019.

Terakhir, hampir semua daerah di Indonesia diklaim sudah terjangkau jaringan 4G di Indonesia. Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Kominfo, Ismail, kepada Detikcom mengatakan, penetrasi layanan 4G LTE sejak diperkenalkan hingga saat ini diklaim sudah mencapai 90% dari total populasi penduduk Indonesia.

KEUNTUNGAN OTT BAGI GRUP MEDIA MAINSTREAM
Dengan merilis media berbasis OTT, beberapa keuntungan yang bisa didapatkan oleh grup media besar. Mulai dari jangkauan pemirsa, variasi konten, marketing, hingga pembatasan siaran karena lisensi.

Grup media mainstream tentu lebih mudah menjangkau pemirsa di perkotaan yang tidak punya waktu banyak untuk menonton TV karena kesibukan dalam bekerja. Fleksibilitas waktu tayang konten yang dimiliki OTT menjadi kelebihan yang sangat susah dicapai oleh siaran TV melalui gelombang radio UHF dan VHF. Pemirsa yang tinggal di daerah yang berada di luar jangkauan pemancar stasiun TV pun bisa dengan mudah dijangkau. Asalkan, masyarakat di sana menginstal dan menggunakan aplikasi OTT milik stasiun TV tersebut.

Selain itu, layanan OTT bisa menjadi wadah baru bagi variasi konten yang diproduksi oleh grup media. Tidak seperti siaran TV biasa yang kontennya terbatas oleh waktu dan rating, Beberapa konten bisa ditayangkan di layanan OTT dan menjadi “pelengkap” bagi konten yang disiarkan di TV. Hasilnya, konten-konten yang diproduksi oleh in-house production sebuah grup media bisa unjuk gigi. Contohnya mirip seperti yang dilakoni oleh HBO+, layanan OTT yang dikelola oleh stasiun TV internasional khusus film, HBO.

Dari segi marketing, grup media bisa memperoleh data kepemirsaan dari stasiun TV yang lebih spesifik. Jika masing-masing grup media mengembangkan layanan OTT dengan baik, mereka bisa mendapatkan data pemirsa berupa konten apa yang paling sering ditonton, gender dan usia pemirsa, konten yang difavoritkan oleh masyarakat di suatu daerah, hingga preferensi konten yang ditonton oleh masing-masing pemirsa.

Data tersebut tentu saja lebih baik, ketimbang data rating televisi Nielsen yang respondennya hanya tersebar di 11 kota besar, perbedaan data hanya berdasarkan pada kemampuan ekonomi responden, dan 70% respondennya tinggal di sekitar Jakarta dan Surabaya. Uniknya jika kita membuka platform seperti YouTube kita akan mengetahui secara akurat siapa saja penonton channel (baca : televisi sendiri) yang kita buat. Analisa Google dalam merangkum semua pemirsa di seluruh penjuru dunia dapat kita gunakan sebagai acuan dalam memproduksi konten seusai keinginan dari penonton channel kita.

CARA-CARA MENANGKAL ANCAMAN PLATFORM OTT
Lantas, bagiamana perusahaan media mengatasi ancaman tersebut? Untuk masalah pertama, sepertinya masyarakat Indonesia sangat butuh edukasi soal lisensi dan hak cipta dalam penyiaran. Ini menjadi penting agar masyarakat kita bisa menghargai hak cipta dalam suatu produk, yang seringkali dianggap remeh. Hal inilah yang semestinya menjadi perhatian pembuat regulasi agar tugas dan funsgi KPI berjalan dengan baik. Tidak melulu soal pengebluran konten dan penyensoran (baca: pemotongan) audio-visual dari konten atau film.

Televisi platform ini memang tidak memerlukan lisensi/perizinan khusus dari Kementrian Kominfo atau KPI. Sehingga sangat dimungkinkan pemerintah dapat bekerja sama dengan penyedia platform semacam YouTube untuk menangkal konten-konten liar yang setiap individu bisa ciptakan. Percayalah, semakin regulasi dibiarkan begitu saja, maka dengan sendirinya teknologi akan menemukan caranya sendiri.

Soal lainnya adalah kecepatan internet. Kecepatan internet meski itu berada di luar cakupan kerja perusahaan media, namun ada hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Diantaranya dengan cara mengatur multimedia player plugin di dalam aplikasi agar video bisa diputar saat kecepatan internet pengguna tidak ideal.

Cara lainnya adalah menyediakan berbagai pilihan kualitas video di dalam aplikasi. Cara terakhir, bisa juga dengan menyediakan opsi “download dulu baru tonton”, seperti yang diterapkan oleh aplikasi Youtube Go, aplikasi Youtube versi Lite.

Platform OTT bisa jadi merupakan wajah baru penyiaran kita di masa depan. Oleh karena itu, perusahaan media yang sudah hadir cukup lama harus segera beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Inovasi di dalam konten dan teknologi mutlak diperlukan dalam mengembangkan sebuah media, agar tidak ditinggalkan oleh pemirsa setianya yang juga ikut beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Oleh Mahapatih Anton | Praktisi seni dan media audio visual

Web ini dikelola oleh Admin. Anton Mabruri adalah seorang Filmmaker | Broadcaster | Penulis | Content Creator. Ia hanya ingin MEMPERBAIKI INDONESIA.

0 komentar:

Post a Comment

Start Work With Me

Contact Us
Mahapatih Anton
+62 818 1898 4342
Kota Depok, Jawa Barat