Bahasa Kepentingan

Sebagai orang yang bekerja di media Audio Visual, rasanya tidak adil bila "framing" yang tercipta hari ini adalah "Negeri ini sudah intoleran", dan framing dunia luar akan Indonesia makin kentara terlihat mulai saat ini. Padahal belahan dunia mana pun tengah mereduksi paham intoleransi untuk kedamaian, tapi kenapa di Negeri ini makin hari makin mengkhawatirkan. Legitimasi dalil naqli seolah menjadi pembenaran bagi setiap orang yang tak sepaham dengannya.

Pada saat yang bersamaan jika "framing" dunia internasional sudah tahu akan lunturnya intoleransi Negeri ini, maka saat itulah para penjajah [baca: penguasa dunia] dengan mudah memasuki kedaulatan Negeri ini. Catat sangat mudah loh ya. Dan legitimasi atas agama menjadi agenda utama untuk mengadu domba anak-anak Negeri ini, agama tidak lagi dipahami sebagai pondasi membangun keutuhan suatu Negeri.

Silahkan, kamu boleh tertawa sekuat tenaga atas vonis pengadilan yang sehari lalu dijatuhkan kepada BTP. Bisa jadi tertawaan mu adalah sebuah kegagalan mu dalam memahami ajaran agamamu. Egosentris itulah yang membuat tatanan kebangsaan ini dicabik-cabik.

Apakah kamu masih juga tertawa?

Saya hanya akan mengatakan ini soal "framing" yakni sebuah cara untuk melihat sudut pandang, jika sudut pandang dunia telah mencap Indonesia juga Negeri yang Rasis. Maka bersiaplah kita semua hidup dalam keterbatasan. Bahkan tekanan dari luar akan semakin kuat. Bersiaplah gagasan MEA, gagasan Perdagangan Bebas Dunia, gagasan Peradaban Negara maju akan koyak dan kamu hanya bisa mengulum jari telunjuk pertanda "lothik" [baca: tidak dapat apa-apa] kecuali sesal. Mereka akan mengatakan Indonesia itu cemen.

Akhirnya saya hanya ingin menikmati kopi khas Ijen Bondowoso. Nikmatnya ngga ketulungan.

kura-kura begitulah.!

Post a Comment

0 Comments