Universalitas CINTA. Menjadi alasan utama kenapa novel saya beri judul "Panggil aku Fa". Novel ini ditulis berdasar pada pengalaman batin (baca: spiritualitas) diri penulis yang dimulai dari huruf hijaiyah, yakni huruf FA. Yang kemudian banyak sekali ayat Al Qur’an yang diawali dengan huruf FA. Novel ini mencoba membangun pondasi cinta universal dari kalimat : walillahil masyriku wal maghrib, Faainama tuwallu fatsamma wajhullah, innallaha wasi’un ‘aliim. “Dan kepunyaan Kekasihlah (Allah-lah) timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Kekasih (Allah). Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 115)
Ayat tersebut adalah ajaran cinta ummat manusia ketika mencintai adalah kepayang tidak perlu lagi bertanya mana barat dan mana selatan atau bertanya ke seluruh mata angin. Tentu yang akan kita dapati adalah cinta. Padahal dalam cinta manusia sesungguhnya perlu siasah (politik) untuk mendapatkan cinta yang benar-benar berkualitas dan berkadar murni. Dalam novel tersebut tersajikan dengan apik bagaimana meraih cinta tidak hanya berdasar pada birahi belaka, tapi meraih cinta bersama kerelaan jiwa dan raga.
Novel tersebut saya tulis sejak tahun 2007 dan mengendap cukup lama hingga di awal tahun 2018 ini saya tulis ulang. Banyak kesulitan sebenarnya karena seperti merangkai puzzle yang sudah berserakan. Untunglah saya berusaha konsen untuk menuntaskan, apalagi buku-buku yang lain pun masih terpaksa saya tunda sementara menulisnya ulang.
Semoga novel "Panggil aku Fa" melengkapi literasi fiksi yang ada di Nusantara ini. Apalagi novel ini saya tulis dengan bahasa yang khas antara puitik dan filmic (yang menjadi cirikhas saya penulisan saya) khususnya untuk karya-karya fiksi. Bila yang pernah sudah baca novel pertama saya "Surat Yang Hilang - Lelaki di titik nol" akan lebih tahu sebenar-benarnya tujuan penulisan saya.
Membaca novel tersebut akan menemukan jalan cinta dan spirit baru dalam cinta dan kehidupan.
0 Comments