Sudah sedemikian tercerabut gundul akar ke-Indonesia-an kita hari ini. Gundul semakin gundul. Jauh semakin jauh. Apa pula sebenarnya yang melatari drama pesta demokrasi hari-hari ini, hingga berujung pada robeknya kain ke-Bhineka Tunggal Ika-an kita. Sesama kita saling mafhum, ogah mengenal, ogah bertegur sapa, ogah mengedepankan dialog, dan segala macam emoh/ogah yang lain. Jangankan bertenggang rasa untuk sekedar bertegur sapa juga serasa aneh.
Sebelum semua terpelanting terlalu jauh saling menghakimi. Selekasnya kita mengkhawatiri kelangsungan keberbangsaan kita saat ini. Ada celah besar untuk para Iblis (baca: penguasa dunia) menghancurkan Indonesia ini berpuing-puing. Apakah penuduhan mu kepada orang yang berseberangan paham dan prinsip menjadikan kita kemudian saling sikut, saling serang, dan berujung pada habisnya energi kita menjaga Tanah Air. Ah.., drama ini harus segera diakhiri.
Aku mencintai Indonesia karena aku lahir dan besar di Indonesia. Aku mencintai islam karena aku meyakini islam agama tentram juga mengajarkan paham nilai-nilai mulia, sebut saja “gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja”. Yakni pemahaman yang menganjurkan kita untuk memupuk kesuburan dan kemakmuran tanah kelahiran kita, hingga kita ini diajarkan menjadi penanam (baca: petani) yang baik. Juga pemahaman “tata tentrem kerta raharja”, yakni suatu analogi ketertiban, ketenteraman dan kesejahteraan. Tapi itu dulu, pada saat kita ini tidak dikenalkan oleh campur tangan media (red: media sosial).
Jika agamaku ditakdirkan akan memenangi peradaban dunia, itu kecuali atas kesempurnaan akhlak yang Baginda Nabi ajarkan kepada kita semua. Catat ya akhlak yang mulia. Cukuplah fanatisme agama hanya di hati. Tercermin hanya pada pola-pola tingkah laku kita menghadapi pergaulan sesama.
Tahu dong, Nabi Adam mencintai surga bukan karena surganya, tetapi ia mencintai Sang Pemilik surga. Hingga iblis lelah menggoda, sampai pada saatnya Nabi Adam telah sangat mencintai surga lupa mencintai Sang Empunya surga, maka iblis pun menemukan kesempatan menggoda Nabi Adam melalui Siti Hawa. Buah khuldi pun dimakannya. Sejak saat itu Nabi Adam terpelanting jauh ke bumi.
Semakin kita mencintai semakin dekat pula Iblis menggoda kita untuk menghancurkan kita.
Ah Iblis memang laknatulloh. Secangkir kopi gayo mending tak sruput dulu ahhhhh... biar Belis Didisnya bubar.
Begitulah para hadirin dan hadirot.
Sebelum semua terpelanting terlalu jauh saling menghakimi. Selekasnya kita mengkhawatiri kelangsungan keberbangsaan kita saat ini. Ada celah besar untuk para Iblis (baca: penguasa dunia) menghancurkan Indonesia ini berpuing-puing. Apakah penuduhan mu kepada orang yang berseberangan paham dan prinsip menjadikan kita kemudian saling sikut, saling serang, dan berujung pada habisnya energi kita menjaga Tanah Air. Ah.., drama ini harus segera diakhiri.
Aku mencintai Indonesia karena aku lahir dan besar di Indonesia. Aku mencintai islam karena aku meyakini islam agama tentram juga mengajarkan paham nilai-nilai mulia, sebut saja “gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja”. Yakni pemahaman yang menganjurkan kita untuk memupuk kesuburan dan kemakmuran tanah kelahiran kita, hingga kita ini diajarkan menjadi penanam (baca: petani) yang baik. Juga pemahaman “tata tentrem kerta raharja”, yakni suatu analogi ketertiban, ketenteraman dan kesejahteraan. Tapi itu dulu, pada saat kita ini tidak dikenalkan oleh campur tangan media (red: media sosial).
Jika agamaku ditakdirkan akan memenangi peradaban dunia, itu kecuali atas kesempurnaan akhlak yang Baginda Nabi ajarkan kepada kita semua. Catat ya akhlak yang mulia. Cukuplah fanatisme agama hanya di hati. Tercermin hanya pada pola-pola tingkah laku kita menghadapi pergaulan sesama.
Tahu dong, Nabi Adam mencintai surga bukan karena surganya, tetapi ia mencintai Sang Pemilik surga. Hingga iblis lelah menggoda, sampai pada saatnya Nabi Adam telah sangat mencintai surga lupa mencintai Sang Empunya surga, maka iblis pun menemukan kesempatan menggoda Nabi Adam melalui Siti Hawa. Buah khuldi pun dimakannya. Sejak saat itu Nabi Adam terpelanting jauh ke bumi.
Semakin kita mencintai semakin dekat pula Iblis menggoda kita untuk menghancurkan kita.
Ah Iblis memang laknatulloh. Secangkir kopi gayo mending tak sruput dulu ahhhhh... biar Belis Didisnya bubar.
Begitulah para hadirin dan hadirot.
0 Comments