Pada suatu ketika di negeri nun jauh di sana, di negeri yang damai, di negeri yang aman, di negeri yang penuh cinta, penuh kasih dan sayang, penuh tata krama, penuh tenggang rasa dan penuh segala penuh yang lain yang memenuhi hati para penghuninya. Mungkin saja suasana itu akan henyak mencekam dan musnah beriringan dengan zaman yang membuat para penghuni dicekam rasa saling curiga, rasa saling fitnah, rasa saling serang, dan segala rasa yang merasai hati untuk membenci dan menodai satu dengan yang lain.
Kemudian kita berusaha untuk mengendalikan kemudi.
Kamu.. iya kamu, hanya mengira dan menyungutkan pendapat bahwa ini semua adalah kelakuan para teroris. Dan hingga kini kamu bahkan tidak menyadari hatimu telah terjangkit penyakit terorism, yakni menganggap [baca: membuat] yang berseberangan dengan cara pandangmu akan dianggap musuh. Benih-benih benci satu dengan yang lainnya menjadi manunggal hingga memuncaki diri secara berlebih untuk kemudian beralibi "akulah yang paling benar".
Pengakuan "akulah paling benar" ini bukan untuk hanya kamu yang beragama bahkan yang tak beragama sekali pun, bila mengakui diri paling benar [baca: paling suci] itu yang akan menjadikan kamu teroris baru di Negeri ini. Sadar tidak sadar.
Hari-hari ini serasa mencekam. Orang-orang yang merasa diri paling banar mulai lahir, mengitari lingkungan kita dan membawa-bawa kedok agama sebagai tameng. Sejumlah panutan dikader agar tampak seperti ulama dan bahkan mengakui diri sebagai ulama. Berduyun-duyun orang mengagumi dan menjadikan ia sebagai panutan. Berbanjir-banjir air mata melingkupi majlis-majlisnya. Bermasam-masam segala caci maki ditanamkan. Semua dengan alasan AKULAH yang PALING BENAR.
Sampaikan salam dukaku untuk para korban yang tak berdosa, semoga amal mereka melingkupi damai [salama] untuk Tanah Air tercinta ini.
Sebelum INDONESIA ini mencekam oleh para teroris. Aku hanya ingin menikmati Kopi Semeru rasa Arabika yang baru saja kureguk. Ah... nikmatnya. Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustai.
Gebuk teroris...!
Begitulah kura-kura
Kemudian kita berusaha untuk mengendalikan kemudi.
Kamu.. iya kamu, hanya mengira dan menyungutkan pendapat bahwa ini semua adalah kelakuan para teroris. Dan hingga kini kamu bahkan tidak menyadari hatimu telah terjangkit penyakit terorism, yakni menganggap [baca: membuat] yang berseberangan dengan cara pandangmu akan dianggap musuh. Benih-benih benci satu dengan yang lainnya menjadi manunggal hingga memuncaki diri secara berlebih untuk kemudian beralibi "akulah yang paling benar".
Pengakuan "akulah paling benar" ini bukan untuk hanya kamu yang beragama bahkan yang tak beragama sekali pun, bila mengakui diri paling benar [baca: paling suci] itu yang akan menjadikan kamu teroris baru di Negeri ini. Sadar tidak sadar.
Hari-hari ini serasa mencekam. Orang-orang yang merasa diri paling banar mulai lahir, mengitari lingkungan kita dan membawa-bawa kedok agama sebagai tameng. Sejumlah panutan dikader agar tampak seperti ulama dan bahkan mengakui diri sebagai ulama. Berduyun-duyun orang mengagumi dan menjadikan ia sebagai panutan. Berbanjir-banjir air mata melingkupi majlis-majlisnya. Bermasam-masam segala caci maki ditanamkan. Semua dengan alasan AKULAH yang PALING BENAR.
Sampaikan salam dukaku untuk para korban yang tak berdosa, semoga amal mereka melingkupi damai [salama] untuk Tanah Air tercinta ini.
Sebelum INDONESIA ini mencekam oleh para teroris. Aku hanya ingin menikmati Kopi Semeru rasa Arabika yang baru saja kureguk. Ah... nikmatnya. Nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustai.
Gebuk teroris...!
Begitulah kura-kura
0 Comments