“Telah hilang pijar-pijar cinta
Menemui diri dalam satu ilusi
Aku memuja cinta bukan memilikinya
Aku memuji rindu bukan mencumbuinya
Benang-benang asa kusut
Memudar tak lagi indah dan mempesona
Wanita yang mencintaimu adalah wanita yang takluk
Cintanya akan selalu dibawa kemana pun ia singgah
Ia ada dan dekat di hatimu
Duhai sahabat sejatiku, aku bahkan tak pernah merasa menyesal dengan jalan yang aku tempuh, itu semua adalah jalan taqdir yang kelak akan aku dapati seteguk hikmah dari luka dan kebencianku. Misteri kesunyian yang aku alami terus mengelabui, menawarkan bayang-bayang semu tentang keindahan dan kebahagiaan yang ku rasa dan ku jalani bersamanya. Senyum manisnya yang ada di pelupuk mata melekat rekat tak mau lepas, aku berusah menghardik bayang semu itu agar ia segera pergi dari pelupuk mata dan bayang-bayang akalku.
Cinta oh cinta apakah tak ada jalan lain selain bayang si dia, perempuan yang telah hanyut dalam terawang asa yang memuncak. Cinta oh cinta hamparkan saja jalan setapak yang penuh duri suguhkan ranjau-ranjau yang akan menjebakku dalam ketiadaan sempurna. Di mana dan ke mana alur cinta dan hidup yang tengah ku telusuri, sepertinya aku terperangkap dalam bingkai kalap; mematung, membisu dan membuta tanpa ada sedikit ruang untuk aku berkutik meraih tangan sang Maya cantikku. Di bawah bayang-bayang pijar sang bulan ku tengarai masalah kalbuku, guratan-guratan malam yang memecah menolongku dalam rebahan wangi; menelentarkanku dalam dungu. Apakah engkau pernah berfikir bahwa cinta itu kerangkeng yang memenjarakan dan engkau takkan pernah berkutik meski itu hanya tersenyum. Ketika senyuman itu engkau berikan kepada wanita lain, kerangkeng itu akan mengunci semua pintu yang ada, bagaimana mungkin engkau yang jatuh cinta merasakan nikmatnya cinta. Bukankah cinta pula yang membuat kita terbelenggu akan satu ketakjuban, ialah wanita cantik yang mengumbar nafsu.
Aku merasakan sesuatu yang tidak lazim saat wanitaku pergi, yang ku takutkan bukanlah kehilangan dia akan tetapi aku takut akan kehilangan sesosok cinta yang dia miliki kepadaku, dan benar semua itu telah menjelma, cinta yang ada di kalbu ini terbang membawa berjuta asa. Dan cinta itu pun menjelma menjadi sesosok kebencian yang dahsyat.
Ketika malam telah larut dalam sunyi kecuali detak jam dinding dan sesekali suara cicak yang mengusik, aku mencoba mengingat kembali cerita cinta yang ia jalani bersama Maya. Di suatu malam aku takjub akan kehebatan seorang Maya yang mampu menaklukan sahabat jiwaku, sahabatku mengatakan awalnya ia tak menyukai Maya sedikitpun. Aku juga mengenal benar siapa Sekti “maaf aku baru menyebutkan nama yang sebenarnya, dari sahabatku ini”, Sekti adalah sahabatku yang tak mudah untuk jatuh hati kepada seorang wanita dan sangat selektif dalam mengenal seorang wanita. Aneh memang, Sekti bisa jatuh hati kepada seorang Maya yang berbeda latar belakang kehidupannya, Sekti lebih religius dan Maya yang cenderung gelamor.
Malam-malam menjelang kepergiannya, Sekti selalu datang ke kamarku untuk hanya sekedar curhat atau mendengarkan lagu-lagu yang aku putar terkadang kami sampai pagi mengobrol. Sekti bilang keributan yang terjadi sebenarnya hanyalah hal kecil yang tak perlu diributkan ia mangatakan dilema dari kerengganggan cintanya berawal dari sebuah janji. Malam-malam aku jumpa dengan Sekti, Sekti semakin kelihatan lunglai, wajahnya pucat, matanya sayup dan penampilannya yang tak bergairah, jiwanya semakin labil. Aku selalu bertanya apa yang sebenarnya terjadi dengan Maya, kadang ia hanya diam lalu membaringkan tubuhnya ke atas kasur dan terus diam. Aku pernah menemani dia hingga larut malam dan aku sendiri ketiduran, di suatu malam aku terbangun aku mengira Sekti telah lelap tertidur rupanya ia sedang memegang pulpen dan secarik kertas dan menuliskan sebuah kata-kata “Aku ingin pergi untuk selamanya”. Aku menganggap itu hanya gurauan belaka tapi semuanya benar hal ini terjadi, Sekti pergi untuk selamanya tanpa ada kabar yang pasti. Di malam yang semakin larut aku bertanya di mana Sekti sebenarnya, apakah ia masih hidup ataukah telah tiada? Sampai surat ini aku tulis tak aku temui di mana Sekti sebenarnya.
0 Comments