SURAT ITU... 1

Depok. Secarik surat itu telah aku terima darinya, seseorang yang selama ini aku damba untuk menjadi permaisuri yang ‘kan menemani aku dalam kesunyian seorang diri di sebuah tepi kota yang pikuk. Huff…. Rasanya baru kemarin aku menyapa kota pinggiran ini rasanya aku baru saja dapat menyapa kesejukan udara pagi di kota ini, tetapi kini telah berubah menjadi peradaban yang katanya modern.

Banyak henyak tanya yang inginaku utarakan pada senja pagi ini... Ada apa dengan ketulusan yangpernah aku utarakan lewat kata-kata indah, sementara sang permaisuriku pergi tinggalkan kenang yang mendesak aku menuliskan secarik kertas meski sampai sekian lama tak pernah aku kirimkan surat yang aku buat untuknya. Indah terasa saat aku pertama singgahi kota yang kini telah berubah, alasan yang kuat hingga aku ingin berkecimpung di kota ini aku ingin menjadi yang pertama menyejukan kota ini. Minimal menyejukan hati orang-orang yang tengah gundah dilanda asmara seperti diriku. Aku sendiri tak tahu kabar sang permaisuri hati yang kini telah tinggalkan kampung yang dulu aku dan dia berbagi kisah.

Engkau yang memulai untuk semua ini, padahal aku selalu mencoba menyapamu dalam untain bait-bait cinta yang teramat indah. Engkau rupanya memilih dan aku tak dapat memilihmu sebagai permaisuri. Meski aku sadar kau wanita, bagi seorang lelaki engkau harusnya mematuhi apa kata sang lelaki, rupanya zaman telah berubah wanita akan patuh pada sang lelaki jika sang lelaki memiliki banyak harta. Tetapi aku hanyalah seorang pelukis dan penulis puisi kecil dan belum bisa menghasilkan banyak uang.

Tatanan yang ada kini bahwa aku seorang lelaki tak dapat memaksakan diri untuk memilih dan memilih. Aku sedikit pikun, namun aku akan sangat sakit bila aku menemui wanita cantik seperti dirimu lagi. Hatiku berontak aku ingin kembali menyapamu dan jika perlu mencarimu kemudian aku mengajakmu ke suatu tempat yang pernah menjadi kenangan indah bagi kita.

Sayang…betapa pun dirimu jauh aku tak mampu melupakan dirimu. Engkau yang terindah dan terbaik yang pernah ku kenal. Indah tinggallah kenangan,kau atau pun aku tak mampu merajutnya kembali. Tak ada alasan yang jelas mengapa engkau tinggalkan aku dalam kesendirian di kota ini, engkau tahu bahwa hatiku guncang dan tak menentu untuk menentukan arah tujuan hidup yang kini aku jalani. Aku butuh kau… tapi sudahlah. Aku ingin menyudahi semuanya tanpa luka. Biar engkau menjadi milik orang yang benar-benar engkau cintai… asalkan engkau tak mengulangi kembali kata-kata “aku menyesal…” Tidak! kau harus jalani kehidupanmu tanpa aku, kecuali pria yang telah menjadi pilihanmu.

Semula kau telah meyakinkan aku dalam debat yang panjang di sebuah teras rumah ini. Engkau memilih dan memutuskan semua dan semaumu, beginikah caramu mengakhiri semua kisah yang kita rajut sejak dahulu. Aku tidaklah meminta belas kasih darimu apalagi meminta kau untuk kembali. Aku akan jalani hidup ini tanpamu. Betapa pun, jika kau ingat kembali begitu indah kisah cinta yang kita rajut, aku masih ingat saat aku pertama mengenalmu kau mengenakan baju putih dengan rambut hitam memanjang terurai ke bahu, bibirmu yang merah merona serta alis matamu yang tebal… aku terpesona… aku terpedaya... kau beri aku senyuman. Tetapi mengapa kau kini tinggalkan aku sendiri di tepian kota ini yang kini telah menjadi sangat pikuk. Apalagi sejak kepergianmu aku kehilangan segalanya.

Malam itu dalam suasana rintik hujan yang awet dan sesekali kilatan petir yang saling bersahutan aku dan dia bertengkar, ia memintaku untuk melupakannya tanpa alasan yang jelas, hanya sacarik kertas berwarna merah jambu yang ia sodorkan kepadaku. Di depan teras rumah itu ia terseguk menangis untuk menyudahi kisah asmara kita.

“Sepertinya hubungan kita sampai di sini saja”
“Apa maksudmu? apakah kau telah mencintai hati yang lain” Tanyaku
“Cukup… kita mending sampai di sini saja”
“Fa... Apa maksud kamu…!”
“Mas jika memang kau menyayangi aku,aku minta tinggalkan aku” Malam itu ia sangat memaksaku untukmangakhiri kisah cintanya, hmm… aku tak mengerti.

Bersambung...

SURAT ITU ... 2

Post a Comment

0 Comments