-->

Friday, 29 July 2016

Dilematisasi Hukuman Mati
Beberapa hari ini kita disuguhi berbagai berita tentang hukuman mati jilid II bagi para pengedar Narkoba. Riuh gemuruh ramai seperti kicau burung pagi hari, ada yang indah ada yang biasa saja ada yang tidak enak sama sekali jika kita baca dan kita dengar. Apa pun itu semua punya persepsi dan pandangan masing-masing tentang hukuman mati.

Hanya yang sangat saya sayangkan adalah masing-masing membangun persepsi berbeda (red: tidak satu visi). Dan tampak ketidaksiapan para penggede (baca: negarawan, tokoh, rohaniawan, kyai, ustadz, dll) bangsa ini meng"iya"kan bahwa hukuman mati itu perlu dan penting, sebagai tindakan terakhir mencegah merajalelanya kejahatan. Dalam sejarah, dikenal beberapa cara pelaksanaan hukuman mati:

Hukuman pancung: hukuman dengan cara potong kepala
Sengatan listrik: hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian dialiri listrik bertegangan tinggi
Hukuman gantung: hukuman dengan cara digantung di tiang gantungan
Suntik mati: hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh
Hukuman tembak: hukuman dengan cara menembak jantung seseorang, biasanya pada hukuman ini terpidana harus menutup mata untuk tidak melihat.
Rajam: hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati
Kamar gas: hukuman mati dengan cara disekap di dalam kamar yang berisi gas beracun
Dengan gajah: hukuman mati dengan cara diinjak oleh seekor gajah. Hukuman ini diterapkan pada masa Kesultanan Mughal

Apa pun jenis pelaksanaan hukuman mati bagi para pelaku kejahatan itu penting dan bahkan menjadi wajib. Apalagi memang massivnya kejahatan hari ini. Sudah ribuan orang mati karena NARKOBA, jika saja hukuman mati tak segera dijalankan dipastikan Indonesia ini akan menjadi negeri amburadul.

Saya hanya menyesalkan mengapa pada saat penegakan hukuman mati ini diterapkan seolah seperti macan ompong yang tidak bisa menakuti siapa pun yang melakukan kejahatan dinegeri ini. Apakah memang karena wong Indonesia ini sakti-sakti jadi tidak takut mati. Hukuman mati di negeri ini masih juga menjadi bahan poiltisasi media dan sejumlah orang Indonesia yang memanfaatkan.

Negeri ini sesungguhnya bergerak ke arah mana? menuju kebaikan atau hanya menuju candaan. Yang setiap kebijakan itu bisa menjadi bahan tertawaan lebih-lebih cacian, cacian deh gue.

Hukuman mati, rasanya juga perlu bagi para pelaku korupsi. Para koruptor mana yang hari ini takut dengan hukuman, bahkan kecenderungannya adalah "mendadak seleb" bagi mereka pelaku korupsi. Para koruptor setiap hari mejeng di media, baik media cetak maupun elektronik. Raut wajah mereka tidak sama sekali ketakutan atau malu, yang ada justru melambaikan tangan kepada para awak media. Seolah berkata "nih lihat gue... gimana? kamu mau masuk media? Makanya korupsi" itu yang tergambar dari para koruptor.

Artinya hukuman mati sekalipun bagi negeri ini tidak membuat jera para pelaku kejahatan, karena semua sisi masih ada yang masih terus membela dengan berbagai macam dalihannya. Serius tidak serius negeri ini memberantas kejahatan, tetap saja menjadi lucu bagi Indoensia.

oleh
Anton Mabruri

Web ini dikelola oleh Admin. Anton Mabruri adalah seorang Filmmaker | Broadcaster | Penulis | Content Creator. Ia hanya ingin MEMPERBAIKI INDONESIA.

0 komentar:

Post a Comment

Start Work With Me

Contact Us
Mahapatih Anton
+62 818 1898 4342
Kota Depok, Jawa Barat