“Malam dengan kegelapannya telah hadir
Seribu bintang menerangi jagat malam
Sayup-sayup sunyi menemani cinta tak berujung
Namun penuh kedengkian yang dalam
Pusaran angan menerawang jauh di ujung langit
Untuk mancari sosok diri yang hilang
Keterpukauanku pada seorang Maya bukanlah pada letak parasnya yang cantik, tetapi karena ia lebih dari sebuah cinta. Adalah beribu cinta yang ia tumpahkan ke dalam jiwaku, dan jiwaku yang mungil tak kuasa menahan beribu cinta yang ia curahkan. Atas beribu cinta itu ku relakan bibir ini mengecup bibir manisnya juga lesung pipinya, sampai akhirnya ia berikan seutas asa yang terselubung; malam itu tanpa ragu ku tuntaskan cumbuan nista bersamanya. Cermin kalbu yang bening kembali berlumuran kabut dosa sampai ku tak kuasa menyucikannya, debu-debu rayu melekat lengket laksana kulit yang menempel pada dagingnya teramat sakit saat aku mencoba mengelupasnya, dan harus ku relakan debu-debu itu melekat sebab air mana pun tak mampu menyucikannya dan mengelupaskan debu-debu dosa itu.
Gairah hidup yang lunglai terus aku coba bangkitkan walau selalu menuai rasa sesal yang teramat dalam, ingin menuntaskannya tapi tak ada jalan menujunya, hati yang remuk berserakan di setiap tempat yang ku singgahi, temaramnya dunia terus menertawai cara jununku, dunia ini begitu senang saat menemui penghuninya terjerat kebencian. Hari demi hari bukannya aku sadar, tetapi aku semakin terkapar. Tamparan-tamparan cinta yang ku terima menuai luka benci pada si dia.
Bersambung...
0 Comments