Tahun 2004 sejak program acara format news seperti Buser SCTV dulu ngetop, program acara Buser tersebut mengungkap secara khusus berbagai kejahatan dan kriminalitas di seluruh pelosok negeri dengan sajian hard news 5W+1H. Pada kesempatan lain di sebuah simposium tahun 2004 saya sudah berkeberatan dengan program acara tersebut. Bukannya apa, ini akan berdampak luas di kemudian hari dan hari ini semua terbukti. Banyak anak-anak, remaja, dewasa, orang tua, pria dan wanita mengikuti adegan yang mereka ikuti dari hasil para pencari berita (wartawan tv) menjadi kemasan acara Buser.
Hari ini kita lihat banyak pula program acara televisi
format drama (FTV dan Sinetron) yang mengetengahkan sajian hanya asal jadi asal menghibur tetapi
mereka tidak berfikir betapa besar dampak yang acara mereka buat. Ada ribuan
suku, bangsa, dan bahasa yang kita miliki masing-masing memiliki pakem dan adat
istiadat tersendiri, jangan lupa Indonesia bukan hanya Jakarta saja. Kemasan
acara televisi yang terus setiap hari kita tonton menjadi seolah hanya bersumber
dari Ibu Kota, apakah memang daerah tidak boleh memproduksi program acara
televisi atau mereka memang di setting untuk jadi penonton saja? Akibat dari semua
ini, informasi yang kita terima menjadi sangat picik dan hanya berkutat di
situ-situ saja. Program acara televisi yang kita lihat mestinya menjadikan setiap orang
harus bisa terdekonstruksi oleh penontonnya, bukan asal telan dan lalu kemudian
ditiru oleh sebagian orang.
Di ujung sana ada banyak pejuang etika yang katanya memeperjuangkan
keteraturan, tapi justru akan mengekang kreatifitas. Sebagai contoh Gerakan
Anti Miras, di sana kemudian muncul peraturan yang melarang perederan miras
alih-alih terjadi keributan di mana-mana. Sama halnya seperti prostitusi seolah
menjadi barang momok dan haram luar biasa tidak boleh disentuh. Akhirnya nanti
keluar peraturan juga tentang prostitusi. Sejatinya masalah tersebut bukan pada
penerapan undang-undang dan larangan tetapi kepada soal bagaimana kita mengerti
dan memahami dampak dan buruk dari tayangan yang kita tonton. Menyebarkan dan
memahamkan masyarakat tentang bahaya dan nilai-nilai negatif itu jauh lebih
penting dari pada hanya sekadar mengeluarkan dan menerapkan Undang-undang.
Kita hendaknya mampu mendekonstruksi tayangan yang kita
tonton, sudah baikkah program acara tv yang kita tonton? Sudah memenuhi kode
etik jurnalistikkah? Sudahkah melingkupi budaya adat sopan santun yang kita miliki
selama ini? Sampai kapan pun jika kita tidak mampu mendekonstruksi sebuah tayangan
program televisi yang ada kita menjadi pengekor tidak mampu membangun
kepribadian bangsa dengan baik.
Bahkan kita mau menjadi korban caci makian kelompok tertentu
yang sengaja hanya ingin memecah belah bangsa ini. Indonesia sejatinya lahir
dengan keragaman budaya dan bahasa, dan sejak dulu kita tumbuh dengan kebesaran
kearifan lokal yang benar-benar harus kita junjung. Keragaman adalah literasi
media untuk bisa berkontribusi terhadap perubahan zaman dan kemudian mendekonstruksinya dengan
baik.
Anton Mabruri KN
Praktisi dan guru broadcast
0 Comments